Kerajaan Sriwijaya
merupakan salah satu kerajaan besar yang ada di nusantara. Kerajaan
yang dikeal dengan kekuatan maritimnya tersebut berhasil menguasi pulau
Sumatra, Jawa, Pesisir Kalimantan, Kamboja, Thailand Selatan, dan
Semenanjung Malaya yang kemudian menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai
kerajaan yang berhasil menguasai perdagangan di Asia-tenggara pada masa
itu.
Kata
'Sriwijaya' berasal dari dua suku kata yaitu 'Sri' yang berarti
bercahaya atau gemilang dan 'Wijaya' yang berarti kemenangan. Jadi
Sriwijaya berarti kemenangan yang gemilang. Sriwijaya juga disebut
dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebut Shih-li-fo-shih atau
San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan Pali kerajaan
Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebut Zabaj atau
Sribuza dan Khmer menyebut Malayu. Sementara dari peta Ptolemaeus
ditemukan keterangan tentang ada 3 pulau Sabadeibei yang berkaitan
dengan Sriwijaya.
Berdirinya Kerajaan Sriwijaya
Tidak
banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan berdirinya Kerajaan
Sriwijaya. Bukti tertua datangnya dari berita Cina yaitu pada tahun 682 M
terdapat seorang pendeta Tiongkok bernama I-Tsing yang ingin belajar
agama Budha di India, singgah terlebih dahulu di Sriwijaya untuk
mendalami bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Tercatat juga Kerajaan
Sriwijaya pada saat itu dipimpin oleh Dapunta Hyang.
Selain
berita dari luar, terdapat juga beberapa prasasti peninggalan Kerajaan
Sriwijaya, diantaranya adalah prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di
Palembang. Isi dari prasasti terseubt adalah Dapunta Hyang mengadakan
ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil
menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu
Sriwijaya menjadi makmur. Dari kedua bukti tertua di atas bisa
disimpulkan Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja
pertamanya adalah Dapunta Hyang.
Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Masa
kejayaan Kerajaan Sriwijaya berada pada abad 9-10 Masehi dimana
Kerajaan Sriwijaya menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara.
Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir seluruh
kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa,
Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi
atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai
pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan
bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan
kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani
pasar Tiongkok, dan India.
Keruntuhan Sriwijaya
Kemunduran yang berakhirnya Kerajaan Sriwijaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
- Pada tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, soerang dari dinasti Cholda di Koromande, India Selatan. Dari dua serangan tersebut membuat luluh lantah armada perang Sriwijaya dan membuat perdagangan di wilayah Asia-tenggara jatuh pada Raja Chola. Namun Kerajaan Sriwijaya masih berdiri.
- Melemahnya kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya melepaskan diri sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
- Melemahnya Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena daerha-daerah strategis yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke tangan raja-raja sekitarnya.
- Munculnya kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai Sriwijaya seutuhnya serta Kerajaan Singhasari yang tercatat melakukan sebuah ekspedisi yang bernama ekspedisi Pamalayu.
Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya runtuh di tangan Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.
Salah Satu Penginggalan Kerajaan Sriwijaya |
Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Ada dua jenis sumber sejarah yang menggambarkan keberadaan Kerajaan Sriwijaya, yaitu Sumber berita asing dan prasasti.
Sumber Berita Asing
- Berita dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha. - Berita Arab
menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak menghasilkan emas.
Sumber Prasasti
Selain
dari sumber berita asing, keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga tercatat
pada prasasti-prasasti yang pernah ditinggalkan, diantaranya:
- Prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isinya: Dapunta Hyang mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
- Prasasti Talang Tuo (606 S/684M) di sebelah barat Palembang. Isinya tentang pembuatan sebuah Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
- Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
- Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi. Keduanya berisi permohonan kepada Dewa untuk keselamatan rakyat dan kerajaan Sriwijaya.
- Prasasti Talang Batu (tidak berangka tahun) di Palembang. Isinya kutukan-kutukan terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
- Prasasti Palas di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya Lampung Selatan telah diduduki oleh Sriwijaya.
- Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra. Isinya Sriwijaya diperintah oleh Darmaseta.
Raja-raja Sriwijaya
Dari abad ke-7 sampai ke-13 Masehi, Kerajaan Sriwijaya pernah di pimpin oleh raja-raja di bawah ini, yaitu:
- Dapunta Hyang Sri Jayanasa
- Sri IndravarmanChe-li-to-le-pa-mo
- Rudra VikramanLieou-t’eng-wei-kong
- Maharaja WisnuDharmmatunggadewa
- Dharanindra Sanggramadhananjaya
- Samaragrawira
- Samaratungga
- Balaputradewa
- Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan
- Hie-tche (Haji)
- Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa
- Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi
- Sumatrabhumi
- Sangramavijayottungga
- Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo
- Rajendra II
- Rajendra III
- Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
- Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa
- Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa
Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan
Letak
Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di
samping itu juga berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat
nadi perdagangan di Asia Tenggara, menjadikan Sriwijaya berhasil
menguasai perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan Sriwijaya
atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangan Sriwijaya
sebagai negara maritim, sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah
untuk menambah air minum, perbekalan makanan dan melakukan aktivitas
perdagangan.
Dalam
bidang kebudayaan khususnya keagamaan, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat
agama Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Buddha
yang berkembang di Sriwijaya ialah Agama Buddha Mahayana, salah satu
tokohnya ialah Dharmakirti. Para peziarah agama Buddha dalam pelayaran
ke India ada yang singgah dan tinggal di Sriwijaya. Di antaranya ialah
I'tsing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar