Mikroba
juga dapat digunakan untuk membasmi hama tanaman. Dalam peningkatan
produksi makanan para ahli melakukan penelitian pada system pengendalian
secara biologis, yaitu mencari musuh alamiah hama. Pada tahun 1887,
pengetahuan ini diterapkan dalam menanggulangi hama dari Australia
berupa insekta perisai (hama pohon jeruk) yang masuk ke California. Hama
tersebut dicarikan musuh alaminya dari Australia, yaitu suatu spesies
kumbang kecil yang disebut “lady beetle”. Dengan melihat kenyataan yang
terjadi pada hewan lain (misalnya insekta), tentu ada pula mikroba yang
menyebabkan sakit pada hama tertentu tetapi tidak menyebabkan penyakit
kepada makhluk hidup lain. Mikroba ini dapat dikembangbiakkan untuk
dijadikan pestisida biologis.
Pada masa sekarang telah dikembangkan untuk diperdagangkan mikroba bakteri yang dapat dipakai sebagai pestisida, antara lain :
1. Bacillus populliae untuk mengatasi kumbang Jepang dengan menularkan “penyakit susu”.
2. Bacillus thuringiensis membantu mengatasi larva ngengat dan kupu-kupu perusak.
3. Pseudomonas aeruginoseae.
Mikroba
yang diperlukan untuk pengendalian hama ini menginfeksi dan kemudian
membunuh hama. Sekarang ini toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut
dapat dipelihara dalam kultur dan berfungsi untuk memberantas hama.
Virus
juga mikroba yang memberi harapan sebagai pemberantas atau pengendalian
hama. Virus bekerja lebih efektif daripada bakteri karena bekerja hanya
terhadap satu atau beberapa spesies dan tidak merusak organisme lain
dalam lingkungannya. Kendala dari pengembangan virus adalah harus
dikembangkan pada inang yang hidup, yang berarti kita harus memelihara
spesies tersebut. Akan tetapi sekali dilepaskan di lapangan infeksi itu
akan menyebar secara alami dan korban awalnya dapat dipanen dikumpulkan
dan dimusnahkan dan dipakai untuk menyebarkan virus di lokasi baru.
Virus telah berhasil digunakan dalam mengatasi insekta seperti hama ulat
kapas (cotton boll worm), ulat kuncup tembakau (tobacco bud worm),
lalat pinus Eropa, ulat kol dan ulat alfalfa.
Beberapa contoh biopestisida yang berasal dari virus diantaranya:
1. NPV (Nuclear Polyhidrosis Virus) : untuk Lepidoptera.
2. CPV (Cytoplasmic Polyhidrosis Virus) : untuk Lepidoptera.
3. GV (Granulosis Virus) : untuk Lepidoptera.
4. Baculovirus : untuk serangga hama Lepidoptera, Hymenoptera, Diptera.
Beberapa
kelas dalam nematode ada juga yang diteliti memiliki kemampuan patogen
terhadap serangga, biasa disebut nematoda patogen serangga (NPS).
Nematoda patogen serangga (NPS) yang berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai agen pengendali hama adalah Steinernema dan Heterorhabditis.
Ciri-ciri :
· Serangga
bersifat aktif mencari mangsa dan mampu mencapai serangga yang teletak
dalam habitat tersembunyi dalam liang gerek dan di dalam tanah.
· Masuk dalam tubuh serangga inang melalui lubang-lubang alami atau melalui membran antar skeleton.
· Stadia infektif adalah instar ke tiga yang disebut Juvenil Infektif (JI).
· Setelah 1-2 minggu, Juvenil Infektif baru yang terbentuk meninggalkan tubuh serangga mati dan mencari inang baru.
Serangga
inang dari kedua genus nematode tersebut bersifat patogenik terhadap 25
% species serangga dari 10 ordo dan bahkan tifdak kurang dari 200
species serangga dari 6 ordo sangat rentan terhadap infeksi NPS
Penggunaan
insektisida kimia secara terus menerus untuk membasmi hama serangga
dapat menyebabkan hama serangga tersebut menjadi kebal (resisten).
Namun, dengan insektisida bakteri yang dibuat secara bioteknologi maka
problem resistensi ini dapat diatasi. Selain itu, insektisida bakteri
ini tidak berbahaya terhadap lingkungan. Bakteri yang digunakan untuk
membuat insektisida adalah Bacillus thuringiensis. Bakteri ini dapat
membunuh ulat pemakan daun, larva kupu, dan lalat. Bacillus
thuringiensis ini dapat menghasilkan racun yang disebut protein kristal
insektisida (ICP). Racun tersebut menyerang saluran pencernaan hama,
sehingga hama berhenti makan, dan akhirnya mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar