Dalam bidang
kesehatan, penyakit yang disebabkan oleh bakteri merupakan satu masalah
yang terus menghantui masyarakat. Bakteri patogen yang masuk ke dalam
jaringan tubuh dan berkembang biak di dalam jaringan dapat menimbulkan
infeksi. Untuk pengobatan biasanya digunakan suatu antibiotika
tertentu. Dalam pengobatan penyakit infeksi, salah satu masalah yang
sering dihadapi saat ini adalah terjadinya resistensi bakteri terhadap
antibiotik yang digunakan. Dengan berkembangnya populasi bakteri yang
resisten, maka antibiotik yang pernah efektif untuk mengobati
penyakit-penyakit tertentu kehilangan nilai kemoterapeutiknya. Sejalan
dengan hal tersebut, jelas bahwa ada kebutuhan untuk mencari agen
antimikroba yang efektif dan baru (Barik, 2010).
Produk alami dari tanaman yang berkhasiat obat diketahui telah
lama menjadi sumber utama dalam bahan baku antibiotik. Menurut perkiraan
badan kesehatan dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih menggantungkan
dirinya pada penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Sampai saat ini seperempat dari obat-obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman (Radji, 2005). Beberapa bagian tanaman seperti daun, akar, buah maupun biji suatu tumbuhan tertentu telah banyak diekstrak dan diteliti kandungan kimianya, khususnya metabolit sekundernya, terutama yang memiliki kemampuan aktivitas antibiotik tertentu. Tetapi mengingat keterbatasan bahan alam bila terus dieksploitasi, maka pengembangan bahan baku obat-obatan melalui sumber lain tetap perlu dikembangkan. Salah satunya adalah melalui mikroba endofit yang hidup pada jaringan tumbuhan.
dirinya pada penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Sampai saat ini seperempat dari obat-obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman (Radji, 2005). Beberapa bagian tanaman seperti daun, akar, buah maupun biji suatu tumbuhan tertentu telah banyak diekstrak dan diteliti kandungan kimianya, khususnya metabolit sekundernya, terutama yang memiliki kemampuan aktivitas antibiotik tertentu. Tetapi mengingat keterbatasan bahan alam bila terus dieksploitasi, maka pengembangan bahan baku obat-obatan melalui sumber lain tetap perlu dikembangkan. Salah satunya adalah melalui mikroba endofit yang hidup pada jaringan tumbuhan.
Jamur endofit
merupakan mikroba endofit yang kaya akan senyawa organik dengan
aktivitas biologis serta tingkat keanekaragaman yang tinggi. Saat
ini diperkirakan 70.000-100.000 spesies jamur telah diidentifikasi dan
itu baru sekitar 5% dari jumlah estimasi 1,5 juta jamur yang ada di
planet ini (Hawksworth dalam Kumar, 2004). Dreyfuss dan Chapela dalam
Kumar (2004) memperkirakan bahwa jamur endofit dari 270.000 spesies
tumbuhan yang ada di planet ini dapat menjelaskan sekitar 1,38 × 106
spesies jamur endofit yang spesifik. Jamur endofit ini mewakili sebuah
sumber ekologi tereksplorasi, dan metabolisme sekunder mereka sangat
aktif karena interaksi metabolik mereka dengan tumbuhan inangnya
(Husain, 2009).
Jamur
endofit sebenarnya merupakan mikroba yang hidup di dalam
internal jaringan hampir semua tanaman yang sehat tanpa menimbulkan efek
negatif secara langsung bagi tumbuhan inangnya (host). Mereka
bersinergis dengan tumbuhan inangnya melalui hubungan simbiosis
mutualisme dan beberapa dari mereka dianggap berguna untuk tanaman
dengan memproduksi zat khusus seperti metabolit sekunder, yang dapat
mencegah tumbuhan inangnya dari serangan jamur dan hama (Thongchai et al
dalam Debbab, 2009).
Dari
apa yang tampak akan kontribusi mereka terhadap tanaman inangnya, maka
jamur endofit adalah sumber hayati yang dapat menghasilkan sejumlah
besar zat, khususnya metabolit sekunder, yang berpotensi digunakan dalam
industri farmasi, pertanian, dan bahan baku obat-obatan.
Potensi/prospek untuk menemukan obat baru yang mungkin menjadi kandidat
efektif untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik dan penanganan
penyakit pada manusia, tumbuhan, dan hewan besar dapat dipenuhi dari
jamur endofit (Strobel et al 2003). Barik et al (2010) juga menyatakan
bahwa jamur endofit yang hidup dalam jaringan sehat tumbuhan selain
mampu
memproduksi suatu metabolit
bioaktif yang sama ataupun derivatifnya yang bisa jadi lebih aktif dari
yang diproduksi oleh tumbuhan inangnya. Banyak dari senyawa yang
telah diekstrak dari jamur endofit ini bersifat bioaktif, meliputi
alkaloid, steroid, terpenoid, peptida, poliketon, flavonoid dan fenol
(Hundley, 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar